Pengacara Supriyani Sebut Punya Bukti Polisi dan Jaksa Diduga Minta Uang
Kuasa hukum guru Supriyani menyebut memiliki bukti dugaan permintaan uang oleh polisi dan jaksa dalam kasus yang menimpa guru honorer SDN 4 Baito Kabupaten Konawe Selatan, Supriyani.
Supriyani telah menjalani sidang kedua di pengadilan negeri (PN) Andoolo Konawe Selatan dengan agenda pembacaan eksepsi pada Senin, 28 Oktober 2024.
Kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan mengaku, dalam proses penanganan perkara kliennya, ada permintaan uang yang dilakukan oleh polisi dan jaksa.
Andri Darmawan menyebut, pertama Supriyani dimintai uang sebanyak Rp2 juta. Lalu permintaan lainnya sebanyak Rp50 juta oleh polisi.
Permintaan uang tersebut berawal saat Supriyani ditekan oleh penyidik Polsek Baito melalui kepala sekolah untuk minta maaf dan mengakui perbuatannya agar perkara ini dihentikan walaupun dirinya tidak melakukannya.
Sehingga, lanjut Andre, dengan berat hati Supriyani datang ke rumah Kanit Intelkam Polsek Baitu, Wibowo Hasyim. Hal ini dilakukan karena Supriyani takut jika tidak meminta maaf maka dirinya akan ditetapkan sebagai tersangka, terlebih anaknya masih kecil.
“Datanglah minta maaf sambil menangis. Di BAP itu ada. Ibu mengakui apa dia melakukan itu? Dia mengaku saja. Iya sambil menangis dan itu menandakan bahwa ibu Supriyani tertekan toh,” kata Andre usai sidang kedua Supriyani dengan agenda pembacaan eksepsi.
Andre melanjutkan, setelah pengakuan tersebut Supriyani akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Di saat itu lah terdapat permintaan uang yang dilakukan oleh Kapolsek.
“Sudah diambil oleh Kapolsek di rumahnya pak desa. Berapa nilai uangnya, Rp2 juta. Uangnya ibu Supriyani Rp1,5 juta ditambah dengan uangnya pak desa Rp500 (ribu),” ungkap kuasa hukum Supriyani.
Sementara itu, untuk uang Rp50 juta, kata Andre, untuk menghentikan kasus Supriyani di tingkat penyidikan.
Andre mengungkapkan, uang Rp50 juta tersebut diminta oleh Kapolsek melalui Kanit Reskrim Polsek Baito untuk menyampaikan kepada pak desa agar disampaikan ke Supriyani.
“Jadi kami sudah ada (bukti). Kanit reskrim enggak usah mengelak sudah ada rekamannya di sini dia datang minta kepala desa supaya memperhalus bahasanya dia mengakui bahwa betul ada permintaan Rp50 juta itu nanti kami perdengarkan di persidangan,” ujarnya.
Ketua LBH HAMI Sultra ini melanjutkan, permintaan uang juga diduga dilakukan oleh oknum jaksa sebesar Rp15 juta agar Supriyani tidak ditahan.
Permintaan tersebut disampaikan melalui Unit Perlindungan Anak dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Konawe Selatan.
“Pada saat mau di kejaksaan, ditelepon oleh orang dari Perlindungan Anak katanya dari pihak kejaksaan meminta Rp15 juta supaya tidak ditahan. Ibu Supriyani tidak bisa lagi menyanggupi karena dia tidak ada duit,” ujar Andre.
Sementara itu, Kajari Konsel selaku jaksa penuntut umum di kasus ini, Ujang Sutisna membantah adanya permintaan uang Rp15 juta untuk penangguhan penahanan Supriyani.
“Tidak ada itu, tidak ada (permintaan uang Rp15 juta),” kata Kejari Konsel.
Sedangkan Kapolsek Baito, Ipda Muhammad Idris malah membisu saat ditanya wartawan ikhwal permintaan uang kepada Supriyani.
Kapolsek hanya menjawab pernyataan awak media dengan cara menggerakkan tangan sambil menaiki motornya.
Diketahui dalam sidang eksepsi ini, kuasa hukum Supriyani Andri Darmawan, mengungkapkan beberapa kesalahan prosedur dalam penyidikan yang dilakukan oleh polisi dan kejaksaan.
Andre bilang, salah satunya melanggar undang-undang sistem peradilan anak. Dimana penyidik kepolisian tidak melakukan hal itu. Seperti tidak adanya pendampingan dari pekerja sosial.
“Kemudian kepada pembimbing kemasyarakatan itu juga tidak dilakukan,” katanya.
Selain itu juga, kata Andre dalam penanganan kasus Supriyani ini terdapat pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyidik. Dimana Supriyani dipaksa mengaku oleh pihak kepolisian.
“Karena apa itu ada konflik of interest benturan kepentingan karena penyidiknya dengan pelopor ini satu kantor. Kemudian juga ada pemaksaan kepada ibu Supriyani untuk mengaku padahal ibu Supriyani tidak pernah melakukan,” ungkap Ketua LBH HAMI Sultra ini.
“Jadi itu semua pelanggaran prosedur. Tapi di permohonan kami tadi, kami meminta majelis hakim agar menolak keberatan kami,” sambungnya.
Kata Andre, pihaknya meminta hakim untuk menolak semua permohonannya agar sidang dilanjutkan kepada pokok perkara guna membuktikan bahwa Supriyani tidak bersalah dan telah dikriminalisasi.
Karena, kata dia, jika permohonannya diterima maka persidangan tidak dilanjutkan ke pokok perkara.
“Kami ingin buktikan itu supaya kalau Ibu Supriyani tidak terbukti bersalah dan telah dikriminalisasi,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, pihaknya melanjutkan ke sidang pokok perkara agar oknum-oknum yang membuat Supriyani menjadi tersangka hingga ditahan bisa bertanggung jawab.
“Kami ingin supaya oknum-oknum tersebut yang telah membuat Ibu Supriyani jadi tersangka telah membuat Supriyani ditahan harus dipertanggungjawabkan baik secara administratif misalnya ada sanksi etik atau apapun termasuk sanksi pidana. Jadi itu intinya yang kami sampaikan tadi,” pungkasnya. (Ahmad Odhe/yat)