Konflik NYS dan Ketua Apdesi Menurut Ahli Hukum Pidana
Kasus berinisial NYS dan Ketua Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Sultra, H. Tasman sampai saat ini terus bergulir. Bahkan kedua belah pihak saling lapor di Polda Sulawesi Tenggara (Sultra).
NYS menuduh H. Tasman melakukan tindakan asusila. Namun, H. Tasman membantah atas tuduhan tersebut dan akhirnya melaporkan balik NYS ke polisi karena telah mencemarkan nama baik serta merendahkan martabatnya dengan tuduhan yang tidak benar.
Menurut Ahli Hukum Pidana Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Dr Herman, S.H., LL.M, semua orang yang merasa dirugikan yang diduga akibat tindak pidana mempunyai hak yang sama untuk melapor di kepolisian. Namun, harus disertai dengan bukti permulaan atas laporan tersebut .
Akan tetapi ada pihak lain menilai bahwa laporan itu tidak betul dan laporan tersebut dilakukan dengan maksud agar diketahui khalayak umum. Lebih lagi dalam kasus kesusilaan sehingga laporan tersebut dapat berpotensi delik baru dan dapat saja ada laporan balik.
“Karena merasa difitnah dan dicemarkan nama baiknya yang telah dituduh itu bisa saja melaporkan balik yang menuduh,” ungkapnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu 3 November 2021.
Beredar informasi NYS diduga telah melakukan hubungan badan dengan H. Tasman, namun H. Tasman tidak mengakui, menurutnya harus dibuktikan dengan cara pendekatan kedokteran forensik.
“Karena saat melakukan hubungan badan tidak ada yang melihat. Maka harus dibuktikan dengan cara pendekatan kedokteran forensik,” ujarnya.
Menurut Dekan Fakultas Hukum UHO ini, hal tersebut dalam hukum pidana dapat saja menggunakan teori persangkaan. Tetapi teori persangkaan itu hanya memberikan sangkaan bahwa kedua orang tersebut telah melakukan perzinahan karena berdua berada dalam satu kamar yang tertutup.
“Misalnya mereka digerebek atau didapat dalam satu kamar hotel,” jelasnya.
Bukan hanya itu, Herman juga menjelaskan, informasi NYS hamil. Harusnya dalam proses penyelidikan dapat dipastikan kehamilan tersebut akibat perbuatan HT. Tentu ini bukan perkara muda terlebih lagi faktanya ada tindakan pengguguran,
“Menurut saya lebih mudah jika janin tersebut dibiarkan sampai lahir dan kemudian dilakukan tes DNA. Dari tes DNA bisa diketahui dalam darah anak itu ada percampuran darah si A dan darah si B. Ini tidak diingkari, karena dilakukan tes DNA. Namun sekali lagi bisa menjelaskan hal tersebut adalah Dokter ahli kandungan, jelasnya.
“Namun dalam kasus NYS ini banyak menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah memang terjadi hubungan badan antara NYS dan H. Tasman?,” sambungnya.
Kemudian persetubuhan itu apakah menimbulkan kehamilan? Dan kahamilan itu sudah berapa bulan dapat diketahui janin tersebut hasil pembuahan dari sperma si A misalnya ini semua harus bisa dibuktikan.
Kemudian bukti itu tidak bisa hanya berdasarkan pengakuan NYS. Harus ada bukti lain. Dalam hukum pembuktian tidak bisa hanya satu alat bukti saja. Harus didukung dengan bukti-bukti lain.
“Yang bisa mendeteksi kehamilan adalah pihak rumah sakit atau tempatnya melakukan operasi. Apakah memang keguguran atau operasi lain. Ini pihak rumah sakit yang bisa membuktikan berupa rekam medik ” jelasnya.
Ketika pihak rumah sakit menyampaikan bukan keguguran, namun NYS melakukan operasi lain, hal ini jadi bukti jika laporan tersebut palsu, hal demikian dapat digolongkan dalam kategori false victims sehingga bisa jadi korban karena dirinya sendiri.
“Terkait dengan tindakan aborsi tentu harus dipertanyakan pula apakah tindakan tersebut terjadi karena alasan medis atau tidak karena perbuatan ini merupakan tindak pidana baik atau permintaan maupun tidak” tutupnya.
Untuk diketahui, sebelumnya NYS telah menuduh H. Tasman menghamilinya dan melaporkannya di Polda Sultra. Namun tuduhan tersebut dibantah oleh H. Tasman dan melaporkan balik NYS ke polisi atas pencemaran nama baiknya. (as/ya)