Kajati Sultra Promosi di Jateng di Tengah Pengusutan Korupsi Tambang di Kolut
Hendro Dewanto Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Tenggara (Sultra) dipromosikan menjadi Kajati Jawa Tengah (Jateng).
Ia menggantikan Ponco Hartanto yang ditempatkan di Sekretaris Jaksa Agung Muda Pembinaan (SesjamBin) di Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia.
Pergantian tersebut turut dibenarkan Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sultra Dody pada Senin, 19 Mei 2025.
“Saya mengklarifikasi pemberitaan terkait promosi pindah tugas Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara Bapak Dr. Hendro Dewanto, SH. M.Hum,” kata Dody pada awak media melalui pesan WhatsApp.
Dody mengatakan, pergantian jabatan tersebut tak ada kaitannya dengan penanganan perkara kasus korupsi tambang di Kolaka Utara (Kolut) yang saat ini ditangani penyidik Kejaksaan Tinggi.
“Promosi beliau menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah tidak ada sama sekali kaitannya dengan penanganan perkara tambang atau penetapan tersangka bos tambang di Kolaka Utara yg saat ini sedang ditangani oleh Kejati Sultra,” ungkap Dody.
Diketahui Kejati Sultra di bawah kepemimpinan Hendro Dewanto, tengah menangani kasus tindak pidana korupsi pertambangan di Kolaka Utara.
Iklan oleh Google
Dalam penanganannya, penyidik kejaksaan telah menetapkan lima tersangka. Kelimanya yakni Mohammad Machrusy (MM) Direktur Utama PT AM), Mulyadi (MLY) Direktur PT AM, ES (Direktur PT BPB), Supriyadi (SPI) Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Kolaka dan Direktur Utama PT KMR berinisial HH.
Dalam kasus Supriyadi telah melakukan penyalahgunaan wewenang sebagai KUPP Kolaka dalam penerbitan persetujuan sandar dan berlayar kapal pengangkut ore nikel dengan menggunakan dokumen PT AMIN melalui terminal khusus atau jety PT Kurnia Mining Resource (KMR).
Modus dalam kasus ini yakni menggunakan dokumen PT AM untuk mengangkut nikel dari wilayah IUP lain, seolah-olah berasal dari wilayah milik PT AM. Terminal khusus milik PT Kurnia Mining Resource (KMR) digunakan sebagai lokasi pengapalan.
Penyidikan mengungkap bahwa PT AM yang memiliki IUP di Kolaka Utara, pada tahun 2023 mendapatkan kuota produksi dan penjualan lebih dari 500 ribu metrik ton.
Namun, dokumen PT AM justru digunakan untuk mengangkut ore nikel dari IUP milik perusahaan lain, yaitu PT PCM, melalui pelabuhan milik PT KMR.
Sementara itu, keterlibatan Supriyadi, selaku Kepala KUPP Kolaka dalam kasus ini diketahui menerima imbalan dalam setiap pemberian izin berlayar tongkang pengangkut nikel ilegal tersebut, meski usulannya untuk menjadikan PT AM sebagai pengguna resmi terminal belum disetujui pusat.
“Akibat penjualan ore nikel tersebut negara telah dirugikan sebesar Rp. 100 Milyar lebih, nilai pasti kerugian negara masih dalam proses perhitungan kerugian keuangan negara oleh auditor,” ujar Catur Aspidsus Kejati Sultra beberapa waktu yang lalu. (Ahmad Odhe/yat)