Ditetapkan Tersangka, ASN Pemkot Kendari Tebar Senyum dan Angkat Dua Jari
Ada pemandangan mencolok saat Kejaksaan Negeri (Kejari) Kendari menetapkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi anggaran belanja Setda Kota Kendari tahun 2020.
Salah satu dari mereka, Ariyuli Ningsih Lindoeno (39), ASN Dinas Kominfo Pemkot Kendari yang juga mantan Bendahara Pengeluaran, justru terlihat tersenyum santai, seolah tak sedang menghadapi jeratan hukum berat.
Dibungkus rompi pink khas tahanan kejaksaan, Ariyuli melangkah keluar dari kantor Kejari Kendari, dikawal petugas. Namun yang mengejutkan, ia sempat mengangkat tangan dan menunjukkan simbol dua jari sembari tersenyum ke arah wartawan. Ekspresi yang tak lazim bagi seseorang yang baru saja dijerat kasus korupsi bernilai ratusan juta rupiah.
Selain Ariyuli, Kejari Kendari juga menetapkan Muchlis (39), ASN sekaligus Pembantu Bendahara pada Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Kendari, serta Nahwa Umar, mantan Sekda Kota Kendari yang kini telah pensiun.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Kendari, Aguslan mengatakan bahwa Ariyuli dan Muchlis telah resmi ditahan selama 20 hari, terhitung sejak hari ini 16 April hingga 5 Mei 2025.
Ariyuli ditahan di Lapas Perempuan Kelas III Kendari, sementara Muchlis di Rutan Klas IIA Kendari. Nahwa Umar belum ditahan karena alasan kesehatan dan belum memenuhi panggilan penyidik.
“Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi kegiatan Belanja Uang Persediaan (UP), Ganti Uang Persediaan (GUP), Tambah Uang Persediaan (TUP), dan Belanja Langsung (LS) di Setda Kota Kendari Tahun Anggaran 2020,” kata Aguslan.
Iklan oleh Google
Aguslan menyebut, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi kegiatan Belanja Uang Persediaan (UP), Ganti Uang Persediaan (GUP), Tambah Uang Persediaan (TUP), dan Belanja Langsung (LS) di Setda Kota Kendari Tahun Anggaran 2020.
“Kerugian keuangan Negara dalam perkara ini berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Auditor BPKP Perwakilan Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sejumlah Rp444.528.314,” katanya
Menurut Aguslan, kasus ini melibatkan penyimpangan dalam realisasi dan pertanggungjawaban anggaran yang tidak sesuai dengan fakta.
Dimana terdapat beberapa kegiatan yang tidak dilaksanakan sama sekali (fiktif) ataupun pertanggungjawaban atas kegiatan tersebut tidak sebagaimana mestinya.
Kegiatan yang dimaksud meliputi pengadaan jasa komunikasi, cetakan dan penggandaan, makanan dan minuman, pemeliharaan kendaraan dinas, serta jasa perizinan kendaraan.
Kata Aguslan, dana yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan operasional tersebut justru dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi para tersangka.
“Terhadap penyimpangan atas anggaran kegiatan tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi para tersangka,” tambah Aguslan. (Ahmad Odhe/yat)