Mantan Gubernur Sultra Mangkir dari Panggilan Jaksa di Sidang Korupsi Tambang Blok Mandiodo
Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi mangkir dari panggilan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) di PT Antam Blok Mandiodo Konawe Utara (Konut) di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat Selasa, 23 Januari 2024.
Hal tersebut dibenarkan Asintel Kejati Sultra Ade Hermawan saat di konfirmasi awak media melalui pesan WhatsApp.
“Iya sampai sidang berakhir AM (Ali Mazi )tidak hadir,” kata Ade.
Diketahui sebelumnya Ali Mazi, dipanggil JPU Kejati Sultra untuk menjadi saksi di kasus PT Antam UPBN Konut tersebut.
Kata Ade, sejauh ini tak ada alasan Ali Mazi tidak menghadiri sidang tersebut. Sehingga pihaknya akan memanggil kembali mantan Gubernur Sultra itu dalam sidang berikutnya.
“JPU memanggil kembali Ali Mazi untuk sidang berikutnya,” ujarnya.
Sementara itu saat ditanyakan jika Ali Mazi mangkir untuk kedua kalinya, Ade belum bisa memperkirakannya.
“Lihat saja nanti di jadwal panggilan sidang berikutnya,” ungkap Ade.
Sebelumnya Asintel Kejati Sultra Ade Hermawan mengatakan Ali Mazi disebut terlibat dalam kasus tersebut berdasarkan keterangan beberapa saksi saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat.
“Di PN Tipikor Jakarta Pusat dalam sidang perkara tindak pidana korupsi pertambangan nikel di Blok Mandiodo ditemukan fakta adanya peran mantan Gubernur Sultra AM (Ali Mazi) dalam KSO Antara PT. Antam. TBK, Perusda Sultra dan PT Lawu Agung Mining,” kata Asintel Kejati Sultra Kamis, 18 Januari 2023.
Iklan oleh Google
Kata Ade, dengan disebutnya Ali Mazi di kasus tersebut, majelis hakim meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk dihadirkan sebagai saksi di persidangan.
“Sehingga majelis hakim meminta penuntut umum untuk menghadirkan mantan Gubernur Sulawesi Tenggara AM sebagai saksi di persidangan,” ujar Ade.
Diketahui dalam kasus ini, penyidik Kejati Sultra telah menetapkan 12 tersangka yakni HA selaku Manager PT Antam Konawe Utara, GL selaku pelaksana lapangan PT LAM, OS selaku Dirut PT LAM.
Kemudian, WAS selaku pemilik PT LAM, AA selaku Dirut PT KKP, SM selaku Kepala Geologi Kementrian ESDM, EVT selaku valuator RKAB), dan YB selaku koordinator Pokja Pengawasan Operasi Produksi Mineral Kementrian ESDM.
Serta, RJ selaku mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM dan HJ sebagai Sub Koordinator RKAB Kementerian ESDM.
Dua tersangka lain, AS selaku kuasa Direktur PT Cinta Jaya dan RC selaku Direktur PT Tristaco Mineral Makmur. Selain itu, 1 tersangka inisial A juga ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan.
Adapun modus dugaan korupsi pertambangan ini menggunakan dokumen terbang untuk melakukan penjualan ore nikel ke smelter lain selain ke PT Antam.
Kasus ini berawal dari kerja sama operasi (KSO) antara PT Antam dan PT Lawu dan Perusahaan Daerah (Perusda) Sultra dengan luas area pertambangan 22 hektare di Blok Mandiodo yang merupakan lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Antam.
Namun, dalam pelaksanaan kerja sama tersebut, hasil tambang nikel itu hanya sebagian kecil diserahkan ke PT Antam sebagai pemilik IUP.
Kemudian sisa dari hasil tambang lainnya langsung dijual ke pabrik smelter dengan menggunakan dokumen palsu.
Sejauh ini, penyidik baru menemukan dokumen PT KKP yang digunakan untuk penjual ore nikel ke smelter lain. Dari keseluruhan aktivitas penambangan di Blok Mandiodo menurut perhitungan sementara auditor telah merugikan keuangan negara sebesar Rp5,7 triliun. (Ahmad Odhe/yat)