Dinilai Terlibat Korupsi Tambang, Kejati Sultra Didesak Tetapkan Kepala Wilker Kolut Jadi Tersangka
Puluhan mahasiswa menggelar aksi demonstrasi di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Kamis, 15 Mei 2025.
Dalam pantauan media ini, aksi demonstrasi yang digelar depan pintu masuk Kejati Sultra sejak pukul 11.00 WITa ini sempat diwarnai kericuhan.
Masa aksi yang hendak membakar ban bekas mendapatkan halangan oleh keamanan kantor kejaksaan sehingga terjadi aksi dorong-dorongan antara mereka.
Namun, aksi kembali kondusif setelah masa aksi diterima oleh perwakilan Kejati Sultra untuk melakukan audiensi di dalam kantor Kejaksaan.
Masa aksi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Indonesia Menggugat (AMIN) itu, mendesak Kejati Sultra untuk menetapkan bawahan KUPP kolaka yakni Kepala Wilayah Kerja (Wilker) Kolaka Utara (Kolut) Irbar menjadi tersangka.
Mereka menilai, Kepala Wilker diduga mengetahui dan terlibat langsung dalam kasus korupsi pertambangan yang telah menyeret sejumlah bos tambang dan Kepala KUPP Kolaka Supriyadi.
“Sehingga atas hal itu kami mendesak Kejati Sultra untuk segera melakukan penetapan tersangka terhadap Kepala Wilker Kolut,” kata salah satu masa aksi Eko Ramadhan.
Menurutnya, Wilayah Kerja (Wilker) Kabupaten Perwakilan Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) merupakan satuan tugas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada KUPP yang membawahinya.
Kata dia, berdasarkan informasi dari Kementerian Perhubungan, Wilker KUPP Kabupaten memiliki tugas utama sebagai pelayanan lalu lintas dan angkutan laut. Melaksanakan pengawasan terhadap keselamatan pelayaran, perlindungan, lingkungan maritim, dan tertib pelabuhan.
Tak hanya itu, lanjutnya, fungsi Wilker sangat penting juga karena bertugas langsung di lapangan untuk memastikan bahwa kegiatan kepelabuhanan berjalan sesuai dengan aturan dan standar keselamatan.
Sehingga, dengan di jeratnya Kepala KUPP Kolaka sebagai tersangka dalam kasus korupsi pertambangan di Kolaka Utara, sehingga Irbar mengetahui dan terlibat langsung dalam aktivitas yang menimbulkan kerugian negara tersebut.
Iklan oleh Google
“Berdasarkan hal tersebut sangat besar keterlibatan Kepala Wilker Kolaka Utara Inisial I (Irbar) dalam dugaan korupsi pertambangan di Kabupaten Kolaka Utara, ungkapnya.
Sementara Kasi Penkum Kejati Sultra Dody menyebut sejauh ini Wilker masih berstatus sebagai saksi dan sudah di lakukan pemanggilan oleh penyidik Kejaksaan.
“terkait dengan kawilker (Irbar) ini juga sudah pernah dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik Kejaksaan dan bukan Kawilker saja, ada juga pihak-pihak lain yang sudah dilakukan pemeriksaan,” kata Dody.
Ia menambahkan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka di perlukan dua alat bukti yang kuat. Sehingga kasus ini masih terus didalami.
Diketahui dalam kasus ini korupsi tambang di Kolaka Utara ini, penyidik kejaksaan telah menetapkan lima tersangka yakni empat tersangka Mohammad Machrusy (MM) Direktur Utama PT AM), Mulyadi (MLY) Direktur PT AM, ES (Direktur PT BPB), Supriyadi (SPI) Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Kolaka dan Direktur Utama PT KMR berinisial HH.
Dalam kasus Supriyadi telah melakukan penyalahgunaan wewenang sebagai KUPP Kolaka dalam penerbitan persetujuan sandar dan berlayar kapal pengangkut ore nikel dengan menggunakan dokumen PT AMIN melalui terminal khusus atau jety PT Kurnia Mining Resource (KMR).
Modus dalam kasus ini yakni menggunakan dokumen PT AM untuk mengangkut nikel dari wilayah IUP lain, seolah-olah berasal dari wilayah milik PT AM. Terminal khusus milik PT Kurnia Mining Resource (KMR) digunakan sebagai lokasi pengapalan.
Penyidikan mengungkap bahwa PT AM yang memiliki IUP di Kolaka Utara, pada tahun 2023 mendapatkan kuota produksi dan penjualan lebih dari 500 ribu metrik ton.
Namun, dokumen PT AM justru digunakan untuk mengangkut ore nikel dari IUP milik perusahaan lain, yaitu PT PCM, melalui pelabuhan milik PT KMR.
Sementara itu, keterlibatan Supriyadi, selaku Kepala KUPP Kolaka dalam kasus ini diketahui menerima imbalan dalam setiap pemberian izin berlayar tongkang pengangkut nikel ilegal tersebut, meski usulannya untuk menjadikan PT AM sebagai pengguna resmi terminal belum disetujui pusat.
“Akibat penjualan ore nikel tersebut negara telah dirugikan sebesar Rp. 100 Milyar lebih, nilai pasti kerugian negara masih dalam proses perhitungan kerugian keuangan negara oleh auditor,” ujar Catur Aspidsus Kejati Sultra beberapa waktu yang lalu. (Ahmad Odhe/yat)