Warga Wawonii Usir Perusahaan Tambang PT GKP
Ribuan masyarakat pulau Wawonii menggelar aksi unjuk rasa di jalan Desa Roko-roko Kecamatan Wawonii Tenggara Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Senin, 18 November 2024.
Aksi unjuk rasa ini untuk mengusir perusahaan tambang PT Gema Kreasi Perdana (GKP) agar pindah dari pulau Wawonii karena telah melawan hukum.
Salah satu masa aksi Taici mengatakan aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh anak perusahaan Harita Group ini telah melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dimana putusan tersebut membatalkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) perusahaan tambang PT Gema Kreasi Perdana agar tidak melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii.
“Kita tahu bersama bahwa dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi membatalkan IPPKH perusahaan tambang PT Gema Kreasi Perdana tidak bisa lagi melakukan aktivitas perusahaan,” kata warga Wawonii ini dalam keterangannya.
“Namun pada faktanya di perusahaan masih tetap melakukan aktivitas setelah keluarnya putusan dan salinan
Mahkamah Konstitusi tentang pembatalan IPPKH,” sambungnya.
Ia menambahkan, aksi yang dilakukan ini juga untuk mempertanyakan kepada pihak perusahaan PT GKP alasan perusahaan masih melakukan penambangan di pulau kecil tersebut walaupun telah ada putusan hukum.
Sebelumnya, Aliansi Peduli Masyarakat Kecil Pulau Wawonii telah berdemonstrasi di Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Kamis, 14 November 2024 yang lalu.
Aksi itu, masyarakat meminta Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sultra Irjen Pol Dwi Irianto menghentikan seluruh aktivitas pertambangan PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Pulau Wawonii Kabupaten Konawe Kepulauan.
Iklan oleh Google
Karena aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan PT GKP telah melanggar putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 57 P/FUM/2022 dan Putusan MA Nomor: 14 P/HUM/2023, dimana telah membatalkan Perda RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021 khususnya Pasal-Pasal yang mengatur kegiatan pertambangan.
Sehingga dengan putusan tersebut, maka tidak ada alokasi ruang untuk kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii.
“Jadi berdasarkan hal itu kami mendesak Kapolda Sultra untuk menghentikan segala bentuk aktivitas Pertambangan Ilegal di Pulau Wawonii dan melakukan penyelidikan atas berbagai pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT GKP,” kata Hasraman warga Wawonii di Mapolda Sultra.
Selain itu juga, masyarakat meminta Kapolda Sultra untuk memanggil, memeriksa dan menahan Direktur PT GKP atas dugaan pertambangan ilegal karena telah melanggar hukum, melanggar UUD 1945, UU Lingkungan Hidup, melanggar UU Kehutanan, melanggar UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan UU lainnya, melawan Perintah MK dan MA serta mengabaikan putusan negara.
Sementara itu, Ketua Lembaga Adat Pulau Wawonii Abdul Salam juga menyoroti adanya aktivitas tambang di Pulau Wawonii. Menurutnya dengan adanya pertambangan di Pulau Wawonii telah berdampak pada kerusakan lingkungan dan membuat masyarakat rentan mendapatkan penyakit.
“Di sana sudah sangat tercemar, air minum sudah tidak ada yang berfungsi, dan sekarang ini sudah banyak yang gatal-gatal dan itu diperkirakan sudah luka berat,” ujarnya saat ditemui di Mapolda Sultra.
Sementara itu, pihak perusahaan mengaku akan terus melakukan penambangan hingga adanya tindakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menghentikan aktivitas mereka.
Menurut perusahaan, putusan pengadilan belum memerintahkan kementerian terkait untuk menghentikan aktivitas pertambangan di Pulau Wawonii.
“Kementerian Kehutanan itu belum mencabut pak belum minta kita berhenti. Pengadilan hanya mengusulkan mohon kepada Kementerian Lingkungan Hidup untuk membatalkan dan mencabut izin pinjam pakai kawasan hutan PT GKP, menunda pelaksanaan kegiatan. Itu kan pengadilan yang minta kalau menterinya belum mencabut bagaimana,” kata Direktur Operasional PT GKP Bambang saat menemui masa aksi di Desa Roko-roko.
Hingga saat ini anak perusahaan harita Group itu masih melakukan aktivitas pengambilan bijih nikel di pulau kecil Wawonii. (Ahmad Odhe/yat)