Wa Ode Rabia Sebut Kerusakan Hutan di Sultra Mulai Mengkhawatirkan
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Sulawesi Tenggara (Sultra) Wa Ode Rabia Al Adawia menyebut, kerusakan hutan di Sultra mulai mengkhawatirkan.
Hal itu dikatakan Rabia saat mengikuti rapat kerja (Raker) Komite II DPD RI bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI dalam membahas program kerja KLHK Tahun 2022.
Pada kesempatan tersebut, ada beberapa hal disampaikan Rabia kepada Menteri LHK RI, Siti Nurbaya, yang berkaitan dengan geliat dinamika sektor kehutanan di Sultra yang ia dapatkan selama proses kunjungan langsung ke lapangan.
“Pertama, potensi penambahan luas hutan yang mengalami kerusakan mulai mengkhawatirkan di Sulawesi Tenggara. Penyumbang terbesar kerusakan hutan teridentifikasi disebabkan oleh maraknya industri ektraktif, perkebunan sawit dan pembukaan lahan perkebunan dan pertanian oleh masyarakat,” kata Rabia dikutip dari status Facebook pribadinya, Sabtu 19 Februari 2022.
Kedua, kurang maksimalnya pengawasan lapangan menstimulasi terjadinya sejumlah pelanggaran hukum dalam bidang kehutanan di Sulawesi Tenggara. Salah satu penyebabnya ialah jumlah personel polisi hutan dan kondisi geografis Sulawesi Tenggara yang didominasi oleh wilayah Kepulauan menyulitkan pengawasan tersebut.
“Mengingat urusan kehutanan telah ditarik menjadi objek pelaksanaan urusan pemerintah daerah provinsi sementara zona hutan lebih banyak ditemukan di wilayah kabupaten/kota,” tambahnya.
Untuk itu, ia berharap diperlukan penguatan sistem pengawasan terhadap pelaku usaha industri ekstraktif dan perkebunan, khususnya perihal kewajiban rehabilitasi fungsi dan bukaan hutan yang telah mengalami kerusakan pasca-kegiatan tambang atau perkebunan tersebut.
“Selain itu, perlu peninjauan kembali terhadap ketersediaan jumlah personel polisi hutan dan kemapanan fasilitas pendukung pelaksanaan fungsi dan tugas polisi hutan sehingga pelanggaran hukum di bidang kehutanan dapat ditindak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” bebernya.
Terakhir, kata Rabia, diperlukan program-program pola kemitraan dengan masyarakat yang berorientasi pada pemanfaatan hutan yang mengedepankan sustainable development sehingga masyarakat tidak teramputasi haknya untuk memanfaatkan potensi ekonomi dan potensi lainnya dari keberadaan fungsi hutan tetapi juga tidak mengorbankan kelestarian hutan. (Ahmad Odhe/yat)