Upah Perbulan Rp750 Ribu, Perawat Honorer di RSUD Kota Kendari Mengeluh ke AJP
Belasan perwakilan perawat honorer Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari, bertemu dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara (Sultra), Aksan Jaya Putra (AJP), pada Kamis malam 31 Maret 2022.
Ketua Gerakan Nasional Perawat Honor Indonesia (GNPHI) Sultra, Arzan Muliono mengatakan, kedatangan mereka untuk bertemu dengan Wakil Ketua Komisi III DPRD Sultra ini bersilahturahmi dan menyampaikan keluh kesah.
Mewakili kurang lebih sekitar 200 perawat, ia menyampaikan perihal kesejahteraan perawat honorer yang telah bekerja di RSUD Kota Kendari selama bertahun-tahun.
Ia mengungkapkan, sejak tahun 2018 honor atau gaji perawat non PNS masih di bawah upah minimun kota (UMK) Kendari. Perbulan mereka hanya menerima honor Rp750 ribu.
“Honor perawat non PNS hanya Rp750 ribu, ada insentif piket yang perharinya kurang lebih Rp30 ribu. Tapi kan dilakukan secara bergiliran sesuai tugas dinas,” ungkapnya.
Arzan mengaku, dengan upah seperti itu masih jauh dari kata sejahtera untuk para perawat honorer RSUD Kota Kendari, termasuk dirinya. Jika dibandingkan dengan beban kerja jauh, honorer lebih berat ketimbang tenaga kesahatan (Nakes) yang berstatus PNS.
“Beban kerja itu, honorer lebih berat ketimbang PNS. Hampir semua pekerjaan itu, perawat honorer yang handel,” ungkapnya.
Untuk itu, ia berharap pemerintah kota (Pemkot) Kendari lebih bijaksana untuk menaikan honor perawat setara dengan UMK. Bilamana kemampuan keuangan daerah tak mampu, setidaknya Pemkot Kendari menaikan honor mendekati UMK atau lebih layak dari sebelumnya.
AJP sebagai anggota DPRD Dapil Kota Kendari, dapat menyampaikan ke pemerintah perihal keluhan perawat honorer. Meski belum menyampaikan persoalan tuntutan kenaikan gaji honorer ke pihak manajemen RSUD dan pemerintah.
“Dalam kesempatan ini, kami berharap pak AJP bisa mengoordinasikan, terlebih beliau adalah mitra pemerintah,” tutupnya.
Sementara itu, AJP menyatakan harusnya upah Nakes non PNS saat Pandemi Covid-19 naik, karena mereka berhadapan dengan beben kerja yang semakin berat. Tetapi faktanya sampai hari ini, honor masih Rp750 ribu perbulannya tidak ada kenaikan sama sekali. Padahal, merujuk dari beberapa daerah lainnya ada yang melebihi honor di RSUD Kota Kendari.
“Setelah mendegar keluhan mereka, ternyata ada di beberapa daerah, seperti Konkep honor perawatnya itu sampai Rp2 juta. Nah ini Kota Kendari yang biaya taraf hidup disini besar, tentu ini harus menjadi perhatian serius pemerintah,” ujarnya.
Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Sultra ini, meminta kepada Pemkot Kendari dalam hal ini Dinas Kesehatan dan RSUD, agar memikirkan kesejahteraan para perawat honorer, yang notabene selalu berada di garda terdepan dalam menangani pasien.
Menurut dia, Pemkot Kendari tak ada alasan untuk tidak menaikan honor perawat. Bila melihat dari sisi pendapatan asli daerah (PAD) RSUD Kota Kendari sudah sangat besar. Sepatutnya bisa dialokasikan penambahan atau peningkatan honor perawat yang selama ini terus menjadi bahan perbincangan di kalangan para honorer.
Ia menambahkan, di luar lingkup RSUD Kota Kendari, ternyata perawat honorer yang kerja di Puskesmas diketahui ada yang tidak mendapat honor. Menurutnya, hal ini sangat ganjil, tanpa perawat pekerjaan dokter mana bisa berjalan.
“Posisi saya di sini hanya mengingatkan Pemkot untuk berbuat, meski dapil saya tapi kewenangan ada di Pemkot tidak bisa kita intervensi. Saya cuman menerima aspirasi perawat yang datang mengeluh. Saya harap Pemkot bisa mempertimbangkan,” tutupnya.
Dikonfirmasi terpisah, Direktur RSUD Kota Kendari, Sukirman menjelaskan, terkait honor itu menjadi keputusan pemerintah kota bersama DPRD Kota Kendari dan pihaknya hanya sebatas menjalankan.
“Honor Rp750.000 ribu itu keputusan wali kota dan DPRD. Bukan keputusan rumah sakit dan kalau saya biar 1 juta sampai 2 juta tidak apa-apa,” kata Sukirman saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Jumat 1 Maret 2022.
Ia menambahkan, selain honor yang telah ditetapkan oleh pemerintah kota, para honorer juga mendapatkan upah tambahan yang dilihat berdasarkan kinerjanya.
“Yang itu kan honor, tapi ada jasa tambahan lagi tergantung kinerjanya,” jelasnya.
“Kalau mereka mau memperjuangkan silahkan saja. Tapi ini harus dilihat juga dengan kemampuan daerah, tergantung kemampuan daerah,” tutupnya. (re/yat)