Potensi Di Wolasi
Kabut terlihat masih menyelimuti hutan di pegunungan Wolasi Kabupaten Konawe Selatan. Padahal, jam sudah menunjukkan pukul 08.00 WITa.
Di rute Kendari menuju Konawe Selatan-Bombana atau pun Muna (Pelabuhan Torobulu), Wolasi merupakan daerah yang dikenal angker.
Ada banyak cerita yang menyertai keangkeran itu. Ditemukannya mayat di sekitar jurang hutan hingga orang kecelakaan.
Rimbun hutan berselimut kabut melengkapi suasana mistis di wilayah tersebut.
Kini, seiring berjalan waktu dengan ramainya moda transportasi hingga pertambahan jumlah penduduk, Wolasi sudah tidak seangker seperti cerita-cerita dulu.
Di tengah hutan sudah berdiri warung kopi sebagai tempat rehat sejenak sebelum lanjutkan perjalanan.
Selain itu, kendaraan roda dua maupun empat ramai belaka di jalur itu. Hal itu bikin kesan menakutkan sedikit mulai terkikis.
Bila keangkeran mulai memudar, di bawah tanah Wolasi pada kedalaman 18 kilometer menyimpan energi bumi yang terbilang besar. Wolasi punya jalur gempa atau sesar aktif.
Sesar Wolasi membentang dari Torobulu, Laeya, Kolono hingga Moramo. Pada 2011 lalu, berdasarkan data BMKG, sesar Wolasi aktif bikin kekuatan gempa sekitar 6 skala richter (SR). Gempa dengan pergerakan naik turun, bikin sejumlah bangunan di wilayah Moramo dan Kolono rusak.
Sesar aktif ini tentu menjadi alarm bencana bagi warga di wilayah itu.
Pemda setempat telah merespon potensi alam itu lewat Peraturan Daerah Konawe Selatan Nomor 19 Tahun 2013 tentang RTRW. Wolasi satu dari beberapa daerah yang menjadi salah satu kawasan lindung geologi.
Namun regulasi ini sejatinya tidak hanya tulisan di atas kertas saja. Mesti diikuti dengan kebijakan memperkuat mitigasi. Minimal bangunan yang ada bisa tahan gempa untuk mengurangi risiko.
Selain menyisakan keangkeran dan potensi gempanya, Wolasi menyajikan pemandangan heterogenitas religi. Rumah ibadah yang berbeda berdiri di pinggir jalan. Belum lagi kursi-kursi cantik dari anyaman rotan bisa menarik hati.
Tulisan ini pernah diposting di Facebook La Ode Pandi Sartiman