Polemik Pemilik RM Kampung Mangrove Jadi Tersangka Pelanggar Tata Ruang Kendari
Polemik penetapan tersangka pemilik Rumah Kakan Kampung Mangrove, Siti Hasnah Demmangasing atas pelanggaran tata ruang yang berada di kawasan hutan kota, hutan mangrove dan ruang terbuka hijau (RTH) di Teluk Kendari masih dipertanyakan.
Dinas PUPR Kota Kendari yang menindak pemilik Rumah Makan Kampung Mangrove hingga menjadi tersangka.
Karena hal ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari dinilai masih tebang pilih atau hanya sepihak dalam melakukan penindakan dan belum dilakukan secara universal.
Pasalnya, selain Rumah Makan Kampung Mangrove masih banyak pelaku usaha di Kota Kendari yang melanggar tata ruang. Terutama di ruang terbuka hijau dan Hutan Mangrove. Namun, Dinas PUPR Kota Kendari hanya menindak Rumah Makan Kampung Mangrove.
Secara aturan lahan Hutan Mangrove di Teluk Kendari itu milik pemerintah untuk dilindungi dan dilestarikan. Namun lahan tersebut telah diklaim oleh beberapa pihak, bahkan lahan tersebut diperjualbelikan dan dijadikan tempat bisnis oleh oknum-oknum yang menguasainya.
Keberadaan lahan hutan mangrove ini sejatinya dilindungi berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Kendari Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Kendari Tahun 2010-2030.
Dalam perda tersebut menyebutkan pada Pasal 67 huruf c peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi usaha dan kegiatan bangunan selain usaha untuk meningkatkan fungsi kawasan perlindungan setempat.
Kemudian zonasi ruang terbuka hijau pasal 68 huruf b mengatur kegiatan yang tidak diperbolehkan, meliputi kegiatan dengan intensitas tinggi.
Sanksi dalam perda tersebut, setiap orang dan/atau badan yang melakukan pelanggaran terhadap pelanggar tata ruang dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
Selain perda tersebut, Berdasarkan amanat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Sejauh ini, Pemkot Kendari telah memasang beberapa papan peringatan di lokasi hutan mangrove yang bertuliskan “dilarang memanfaatkan kawasan hutan kota untuk kegiatan perdagangan dan jasa serta pemukiman”.
Di papan peringatan dijelaskan peraturan daerah kota Kendari Nomor 1 Tahun 2012 pada pasal 68 huruf (a) kegiatan yang dibolehkan meliputi ruang yang disediakan di dalam kota untuk dijadikan taman, huruf (b) kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan dengan intensitas tinggi, huruf (c) bagi kegiatan yang sudah terlanjur ada diupayakan melalui kegiatan penataan, pengendalian dan relokasi.
Pasal 91 ayat 1 terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana pola ruang dan struktur ruang kota Kendari dan pelanggarannya ketentuan peraturan zonasi dapat dikenakan sanksi administrasi berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangunan, pemulihan fungsi ruang dan denda administratif.
Pasal 92 setiap orang atau badan yang melakukan pelanggaran dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang pada pasal 61 dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan, memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, dan memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 69 (1) setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan dengan mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.00 (lima ratus juta rupiah).
Poin (2) jika tindak pidana mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Poin (3), jika tindak pidana sebagaimana dimaksud mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak RpRp5000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Kemudian, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dalam Pasal 35 huruf e, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karateristik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Huruf (f) dilarang melakukan konversi ekosistem mangrove di kawasan atau zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi fungsi ekologis pesisir dan pulau-pulau kecil. Huruf (g) dilarang menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman atau kegiatan lainnya.
Berdasarkan beberapa aturan di atas harusnya Pemkot Kendari bertindak tegas kepada semua pelanggar tata ruang yang ada di Kota Kendari. Dan memperlakukan pemilik Rumah Kampung Mangrove seperti pelanggar tata ruang lainnya. Namun fakta di lapangan ketegasan hanya berlaku kepada Rumah Makan Kampung Mangrove.
Selain itu, pagar warung kopi (Warkop) H. Anto yang dibongkar oleh Pemkot Kendari, karena dianggap melanggar sepadan sungai dan mengganggu resapan air.
Ketua Komisi III DPRD Kota Kendari, LM. Rajab Jinik meminta penetapan tersangka Siti Hasnah Demmangasing selaku pemilik rumah makan tidak dilanjutkan, karena terkesan diskriminasi. Dinas PUPR Kota Kendari diminta mencabut aduan di Kementerian ATR.
Politikus Golkar ini menjelaskan, jika penetapan tersangka tetap diteruskan, maka pemerintah kota melalui Dinas PUPR tidak tebang pilih menindak pelanggar kawasan tata ruang yang ada di kota lulo.
“Kalau ini dilanjutkan, saya minta mulai hari ini juga tindak semua pelanggar tata ruang dan kita kasih waktu satu minggu, sebelum pansus bekerja. 17 atau 35 pelanggaran tata ruang yang ada di kota ini semua ditersangkakan,” tegas LM Rajab Jinik, Rabu 5 Januari 2021.
Secara kelembagaan, Rajab Jinik mengapresiasi langkah tegas Dinas PUPR Kota Kendari yang menindak pelanggar tata ruang yang ada di ibu kota provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Namun, itu tidak dilakukan secara adil dan merata.
“Kita salut apa yang dilakukan oleh PUPR, tapi rasa keadilanya harus merata dan tidak ada yang dibeda-bedakan. Pada dasarnya motivasi DPRD dan eksekutif sama-sama ingin melihat kota ini menjadi rapi,” jelasnya.
Ia menambahkan, dalam Perda Kota Kendari dan undang-undang sudah sangat jelas sanksi bagi pelanggar tata ruang. Dalam aturan juga tidak ada perlakukan berbeda bagi pelanggar dan harus diberikan sanksi semuanya.
“Sangat jelas dalam perda dan undang-undang itu bagi yang melanggar harus disanksi. Kalau memang menegakan aturan tersangkakan semua yang melanggar tata ruang, jangan hanya satu orang sementara banyak pengusaha dengan pelanggaran yang sama tidak disentuh oleh hukum dan Pemkot Kendari,” jelasnya.
Sementara itu, Kuasa hukum pemilik Rumah Makan Kampung Mangrove, Supriadi meminta pemerintah kota Kendari tidak tebang pilih menindak pelanggar kawasan tata ruang di Kota Lulo.
Supriadi tidak mempersoalkan jika kliennya diproses hukum atas dugan pelanggaran kawasan tata tuang. Harusnya pemerintah kota melalui Dinas PUPR tidak pilih kasih dalam melakukan tindakan atau proses semua pelanggar tata ruang.
“Silahkan proses hukum, tetapi jangan tebang pilih dan kenapa cuman satu difokuskan kepada Rumah Makan Kampung Mangrove. Padahal banyak yang lebih fatal pelanggaran-pelanggaranya yang harus berlaku adil, untuk menetapkan tersangka secara keseluruhan,” katanya.
Penetapan kliennya pemilik Rumah Makan Kampung Mangrove adanya aduan yang dilakukan oleh Dinas PUPR Kota Kendari berdasarkan Laporan Pengaduan nomor LP/01/II/2021 PUPR-PR tertanggal 26 Februari 2021.
Atas aduan tersebut, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementrian Agraria dan Tata Ruang (ATR) menetapkan pemilik Rumah Makan Kampung Mangrove Siti Hasnah Demmangasing sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran kawasan tata ruang.
“Saya konfirmasi ke penyidik pusat bahwa dilakukan pemeriksaan sampai penetapan tersangka itu karena adanya aduan dan tidak terproses hukum kalau tidak ada yang mengadu. Jadi awalnya ada aduan dari pemerintah kota atas dugaan pelanggaran tata ruang klien saya,” kata Supriadi belum lama ini.
Supriadi menjelaskan, masyarakat maupun pelaku usaha yang melakukan pembagunan melanggar tata ruang di wilayah kawasan ruang terbuka hijau yang ada di Kota bertaqwa diabaikan atau dibiarkan oleh pemerintah.
“Kalau berbicara wilayah kawasan banyak yang melanggar, termasuk Rumah Sakit Alia 2, pertamina. Ada lagi Kampung Bakau itu kawasan mangrove semua, kenapa hanya kami yang difokuskan,” tanyanya.
Kliennya melakukan pembagunan di atas hak milik sendiri berdasarkan hak milik tanah. Dalam Undang-undang Hukum Agraria Nomor 5 tahun 1960 jelas mengatur hal tersebut baik bukti fisik maupun yuridis.
“Terus terfokus di Undang-undang Agraria nomor 5 tahun 1960, apakah salah membangun di atas tanah sendiri. Apa kewenangan pemerintah untuk mengeluarkan dari hak milik warganya sendiri. Jangan sampai pemerintah merampas hak orang secara sepihak,” katanya.
“Penetapan tersangka itu sangat merugikan klien saya sebagai pemilik bangunan di atas hak milik sendiri. Usahanya ditutup lalu ditetapkan tersangka, sementara yang lain dibiarkan,” ungkapnya.
“Ini tidak tegas, masa Dinas PUPR melaporkan tindakan ini berdasarkan aturan apa. Kenapa harus Kementrian yang melakukan itu, sementara daerah juga bisa menindaki. Makanya kita minta di DPRD supaya memeriksa PUPR ini,” sambungnya.
Selain itu, kliennya rutin membayar kewajiban pajak penghasilan bulan maupun Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahunan kepada negara. Sehingga ini sangat aneh dengan penetapan tersangka tersebut.
“Kemudian rumah makan yang dibuat ini bayar pajak penghasilan bulanan, ada bukti aslinya. Berarti pemerintah mengakui bahwa di tempat itu dibangun rumah makan secara legal, tetapi disisi lain kenapa dianggap dia ilegal ditetapkan tersangka,” tuturnya. (re/yat)