Peran Penyuluh Agama Islam Sangat Dibutuhkan di Era Digital
Kinerja Penyuluh Agama Islam (PAI) diharapkan lebih profesional agar mampu mengimplementasikan program Menteri Agama melalui transformasi digital dan program mandatori pengarusutamaan moderasi beragama.
Harapan ini disampaikan Perencana Ahli Muda Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Tenggara, Rahmad yang menjadi peserta aktif dalam Simposium Penguatan Kebijakan Moderasi Beragama di Hotel Movenpick Surabaya mulai 18 Oktober hingga 20 Oktober 2023.
Saat ini, kata dia, pembentukan kampung moderasi beragama sedang bergulir sejak diluncurkan serentak di seluruh Indonesia pada 23 Juli 2023. Pembentukan kampung moderasi beragama ini secara tidak langsung berdampak pada peran Penyuluh Agama Islam (PAI) pada konteks digital.
Rahmad menjelaskan jika peran PAI diharapkan mampu memediasi informasi dalam konteks digital di Sulawesi Tenggara.
“Moderasi beragama dan transformasi digital merupakan program prioritas Gusmen. Penyuluh adalah garda terdepan dalam pembelajaran dan pencerahan di masyarakat yang bisa mensosialisasikan program-program Kementerian Agama hingga ke akar rumput. Oleh karenanya, penyuluh harus melek literasi digital,” ungkap Rahmad.
Mantan Kasubag Informasi dan Humas Kanwil Kemenag Sultra ini menambahkan, dengan memahami literasi digital, penyuluh agama Islam dapat melaksanakan pekerjaan sesuai zamannya, mengawal kerukunan umat beragama, memberikan pencerahan, meluruskan narasi publik yang menyesatkan terutama berita hoaks. Selain itu, mampu menangkal informasi yang sifatnya provokatif yang disebarkan melalui media ekstrem yang mendominasi kehidupan masyarakat, mengedukasi moderasi beragama khususnya dalam sektor literasi digital.
Dengan memanfaatkan teknologi informasi, Penyuluh Agama Islam dapat mengedukasi lebih banyak orang melalui berbagai konten penyuluhan. Penggunaan platform digital akan memperluas jangkauan dari pedesaan, kota hingga seluruh dunia.
Rahmad memaparkan bahwa setidaknya ada tiga dampak langsung atas pembentukan kampung moderasi beragama. Pertama, meningkatkan peran Penyuluh Agama Islam menjaga dan mengoptimalkan toleransi antarumat beragama, sebagi fasilitator perubahan, ahli dalam mengatasi konflik. Kedua, menumbuhkembangkan sikap optimisme masyarakat dalam menjaga stabilitas keagamaan di masyarakat dan karakter khas bangsa Indonesia menjadi masyarakat santun, toleran, dan saling menghargai perbedaan. Ketiga, adanya sikap harmonis, moderat, toleran, rukun, dan damai antar-umat beragama.
Simposium Penguatan Kebijakan Moderasi Beragama yang digelar di Hotel Movenpick Surabaya itu merupakan ajang temu para JFT Perencana dan Analis Kebijakan di seluruh Indonesia guna menyatukan peserta terbaik yang menulis policy brief berkualitas tinggi.
Policy brief didukung oleh para Fungsional Perencana dan Analis Kebijakan Kementerian Agama dan lintas instansi. Selain itu, ada tambahan 6 policy brief terbaik dari kegiatan sebelumnya yang didanai oleh Biro Perencanaan.
Iklan oleh Google

Kegiatan itu diikuti 56 peserta yang berasal perencana dan analis kebijakan terpilih. Semuanya merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Rahmad sendiri menyampaikan policy brief berjudul “Dampak Kebijakan Pembentukan Kampung Moderasi Beragama terhadap Peran Penyuluh Agama Islam pada Konteks Digital”.
Policy brief itu sendiri menghasilkan beberapa rekomendasi yang disampaikan kepada penentu kebijakan baik pusat maupun daerah dalam hal ini Menag melalui Dirjen Bimas Islam, Kepala Kanwil Kementerian Agama dan Kepala Kemenag Kabupaten/ Kota.
Rekomendasi pertama, Dirjen Bimas Islam perlu melakukan kontrol, evaluasi serta pendampingan secara berkala terhadap Kampung Moderasi Beragama agar program ini berjalan lancar. Kedua, menyiapkan dukungan anggaran yang memadai melalui DIPA setiap tahun, terutama operasional program Kampung Moderasi Beragama (KMB).
“Ketiga, Direktorat Jenderal Bimas Islam sebagai pilot projek KMB oleh Gusmen dapat dijadikan sebagai role model pembentukan Kampung Moderasi beragama (KMB) bagi Direktorat Jenderal bimbingan masyarakat agama lainnya. Keempat mendukung transformasi digital Penyuluh Agama Islam, berupa kampanye moderasi beragama di media sosial,” bebernya.
Simposium ini menghadirkan narasumber mumpuni,di antaranya Lukman Hakim Saifuddin(LHS) sebagai pencetus pentingnya moderasi beragama di Indonesia, Kepala Pusat Kebijakan Umum dan Bantuan Hukum (PKUB), LAN, serta seorang motivator terkemuka.
Acara dibuka dengan pidato Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, dan dihadiri oleh Kepala Biro Perencanaan Setjen Kemenag, Rektor IAIN Sunan Ampel, dan Asdep Hukum Setwapres.
Selama tiga hari penuh, para peserta meramaikan Hotel Movenpick Surabaya dengan diskusi yang mendalam. Acara dimulai dengan paparan dari para narasumber yang berpengalaman. Hari kedua dipenuhi dengan presentasi policy brief oleh peserta yang dibahas oleh para ahli di bidangnya, dan kerja sama dengan dosen dari UIN Sunan Ampel.
Kegiatan ditutup dengan penuh semangat oleh seorang motivator yang menyuguhkan keseruan dan kekompakan seluruh peserta dan panitia yakni dengan mengemasnya ke dalam konsep hiburan musik atau yang kini dikenal metode “Rhythm of Empowerment” (ROE).
Harapannya, program dan kegiatan serupa akan berkelanjutan, meningkatkan kompetensi, dan berbagi ilmu serta pengalaman dalam membuat policy brief bagi para pejabat fungsional, baik analis kebijakan maupun perencana. Simposium ini telah membuka jalan bagi kolaborasi yang kuat dalam menghadapi isu-isu krusial dalam moderasi beragama di Indonesia. (rils/yat)