Take a fresh look at your lifestyle.
 

Merawat Pangan Lokal yang Nantinya Menyelamatkan Kita

81

Pada 1998, krisis moneter yang menghantam berbagai negara di dunia turut berimbas di Indonesia. Banyak warga di kota kesulitan memenuhi kebutuhan pangan. Harga bahan pokok mengalami lonjakan drastis hingga uang hampir tidak memiliki nilai.

Namun, krisis itu tidak berlaku bagi warga di kampung, di Pulau Muna. Pangan bukan perkara sulit bagi warga di kampung saat krisis moneter melanda.

Orang Muna boleh dikata sudah siap menghadapi segala kemungkinan terburuk menghadapi bencana kelaparan. Jenis pangannya tersedia dengan waktu yang lama.

Di era 80-an hingga 90-an, beras memonopoli sumber pangan nasional. Harganya mengalami lonjakan imbas dari krisis. Namun, beras bukan sebagai sumber pangan utama. Jika tak ada beras, maka ada jagung, ubi, talas serta ubi hutan (punya kandungan racun) jadi penggantinya.

Sebelum program berasnisasi di zaman Orde Baru, jagung dan umbi-umbian menjadi makanan pokok masyarakat Muna.

Semua pangan lokal ini tinggal dipanen di halaman rumah. Atau diambil di loteng rumah panggung.

Ubi jagung telah siap, tinggal tunggu tambahan sayur dan lauk.

Untuk sayuran juga telah siap di halaman rumah. Tinggal pilih. Jumlahnya melimpah. Bahkan, ada sayur dijadikan pagar rumah. Kelor namanya.

Selain kelor, ada daun ubi dan jenis sayur mayur lainnya. Tumbuh bebas di pekarangan atau di halaman belakang.

Lauk merupakan sumber makanan yang agak sulit karena rumah kami berjarak cukup jauh dengan laut. Namun, bukan berarti sulit dipenuhi.

Selain memanfaatkan sumber daya rawa yang masih terjaga kelestariannya, ada juga strategi lain untuk memenuhi sumber lauk.

Warga di pesisir biasanya mengeringkan ikan air asin agar bisa disimpan lebih lama. Tidak basi. Salah satunya orang Muna sebut Kaondo atau kanasa.

Lauk jenis ini memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh. Namun makan berlebih bisa bikin tinggi darah.

Jika budaya ketahanan pangan macam ini tetap bertahan di kampung, bukan tidak mungkin kita selamat dari kelaparan sekalipun dihantam beberapa kali krisis.

Namun, bila gaya hidup berubah menjadi lebih moderen, lahan dikonfersi untuk industri monokultur atau ekstraktif, maka kita sama saja sedang melucuti senjata sendiri dan mengangkat bendera putih tanda menyerah kepada musuh : Kelaparan.

Kelaparan memicu kebodohan dan kebodohan akan terus mengakar jika tidak belajar dari sejarah masa lalu. Tak melulu melihat masa depan dengan iming-iming modernitas.

ARTIKEL-ARTIKEL MENARIK NAWALAMEDIA.ID BISA DIAKSES VIA GOOGLE NEWS(GOOGLE BERITA) BERIKUT INI: LINK
Berlangganan Berita via Email
Berlangganan Berita via Email untuk Mendapatkan Semua Artikel Secara Gratis DIkirim ke Email Anda
Anda Dapat Berhenti Subscribe Kapanpun
Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan, ruas (*) wajib diisi