Korupsi Pengadaan Kapal Pemprov Sultra di Zaman Ali Mazi, Polisi Tetapkan 1 Tersangka Baru
Setelah menetapkan dua tersangka, Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) kini menetapkan satu tersangka baru dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan Kapal Azimut Ya Atlantis 43 tahun 2020 dengan anggaran Rp9,8 miliar di pemerintah provinsi (Pemprov) Sultra di zaman Ali Mazi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kasubdit Tipikor Ditkrimsus Polda Sultra Kompol Niko Darutama saat dikonfirmasi pada Senin, 10 November 2025 malam.
“Sudah (ada tersangka baru),” katanya kepada nawalamedia.id saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp.
Namun, kata dia, pihaknya belum bisa menyampaikan siapa tersangka baru tersebut.
“Nanti tunggu info lebih lanjut,” ujarnya.
Sementara, dari informasi yang didapatkan media ini tersangka baru tersebut yakni bernama Idris mantan anak buah dari eks Gubernur Sultra Ali Mazi. Dia merupakan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Biro Umum Setda Pemrov Sultra.
Dalam kasus tersebut juga penyidik Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sultra telah melakukan pemeriksaan terhadap mantan Gubernur Sultra Ali Mazi.
Anggota DPR RI dapil Sultra itu diperiksa oleh Kepolisian di Kota Jakarta beberapa minggu yang lalu.
“Iya sudah (Mantan Gubernur Sultra Ali Mazi diperiksa),” kata Dirkrimsus Polda Sultra Kombes Pol Dody Ruyatman saat dikonfirmasi.
Sebelumnya penyidik Ditreskrimsus Polda Sultra dalam kasus ini telah menetapkan dua tersangka ialah AS alias Aslaman Sidik selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan AL alias Aini Landia seorang wanita yang diduga menerima uang jasa atau fee dan menjabat sebagai Direktur CV Wahana.
“AS selaku PPK dan AL ditetapkan tersangka dengan pasal yaitu pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi,” kata Kapolda Sultra Irjen Pol Didik Agung Widjanarko pada Jumat, 12 September 2025.
Dijelaskannya, Aslaman Sadik merupakan Kepala Biro Umum Setda Prov Sultra tahun 2018-2021 selaku (PPK) di tetapkan tersangka diduga telah mengetahui bahwa Kapal Azimut Atlantis 43 merupakan barang impor yang tidak dapat dibeli melalui proses pengadaan barang dan jasa pemerintah Provinsi Sultra.
Iklan oleh Google
Hal ini diketahui karena tersangka Aslaman Sadik selaku PPK tidak melaksanakan pengecekan keberadaan barang/kapal di perusahaan pabrik kapal H Marine International di Jakarta.
Selain itu juga tersangka, sebagaimana dimaksud pengguna anggaran tidak menetapkan team teknis yang menilai tentang ketersediaan dan kelengkapan dokumen barang/jasa sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Sementara itu, tersangka Aini Landia (Direktur CV. WAHANA) selaku pelaksana pengadaan barang Kapal Azimut Yachts 43 Atlantis 56 tidak dilengkapi dengan dokumen Sertifikat Garansi atau kartu Jaminan dan atau garansi purna jual dari perusahaan H. MARINE INTERNATIONAL dan menerima uang Fee perusahaan.
Didik menjelaskan Kapal Azimuth 43 Atlantis tersebut dibeli pada tahun 2020 oleh Biro Umum Pemprov Sultra dengan anggaran senilai Rp12,181 miliar. Proyek ini dimenangkan oleh CV Wahana dengan nilai kontrak Rp9,98 miliar.
Namun, dalam pelaksanaannya, proses pengadaan ini ditemukan bermasalah.
Berdasarkan pemeriksaan, pembayaran senilai Rp8,938 miliar telah dilakukan ke rekening CV Wahana.
Dari jumlah tersebut, Rp8,058 miliar digunakan untuk membayar harga kapal, sementara sisanya mengalir ke beberapa pihak.
Saudari AL diduga menerima fee sebesar Rp100 juta, dan saudara Idris SH, yang merupakan perwakilan dari CV Wahana, menerima Rp780 juta.
Hasil audit BPKP menunjukkan bahwa kerugian negara mencapai Rp8,056 miliar, yang dinilai sebagai kerugian total (total loss).
”Jadi, berdasarkan fakta-fakta hukum, alat bukti semua untuk saat ini kita sudah menetapkan dua tersangka dan kita telah melakukan penahanan terhadap dua tersangka tersebut, yaitu Saudara AS dan Saudari AL,” ungkap Didik.
Lebih lanjut, Kapolda menjelaskan kapal Azimut ini adalah kapal bekas yang diproduksi di negara Italia. Tahun pembuatannya tahun 2016 dan masih berbendera kebangsaan Singapura serta keberadaannya di Indonesia berstatus impor sementara.
Atas, hal tersebut juga pihaknya menduga kuat adanya tindak pidana korupsi dalam pembelajaan barang tersebut.
Sebab, kata dia, berdasarkan peraturan lembaga kebijakan pengadaan barang atau jasa pemerintahan (Perlem LKPP) nomor 9 tahun 2018, ada hal-hal yang harus di ikut yakni barang yang dipasok harus asli, barang atau produk yang baru, belum pernah dipakai, bukan barang produk yang diperbaharui atau rekondisi.
“Inilah yang memuatkan kita untuk ee perkara ini kuat dugaan adanya tindak pidana korupsi,” pungkasnya. (Ahmad Odhe/yat)