Take a fresh look at your lifestyle.
   

14 Bahasa daerah yang Sering Digunakan di Sultra

1,520

Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebut ada 14 bahasa daerah yang sering digunakan di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Ke-14 bahasa tersebut, yakni :

  1. Bahasa Bajo

Bahasa Bajo dituturkan oleh masyarakat Desa Terapung, Kecamatan Mawasangka, Kabupaten Buton Tengah dan masyarakat Desa Santiri, Kecamatan Tiworo Utara, Kabupaten Muna Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Hasil penghitungan dialektometri menunjukkan bahwa isolek Bajo merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%—90% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dengan bahasa Muna.

  1. Bahasa Bali

Bahasa Bali merupakan bahasa yang bertanah asal di Pulau Bali. Bahasa Bali juga dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Telutu Jaya, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Selain di Kabupaten Konawe Selatan, penutur bahasa Bali juga terdapat diKabupaten Kolaka, Kabupaten Buton, dan Kabupaten Muna. Di Kabupaten Konawe Selatan bahasa Bali berdampingan dengan bahasa lokal, yaitu bahasa Tolaki dan bahasa pendatang lain, yaitu bahasa Sunda dan bahasa Jawa.

Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri, bahasa Bali yang terdapat di Provinsi Sulawesi Tenggara (Desa Telutu Jaya) dan bahasa Bali yang berada di Pulau Bali merupakan dialek dari bahasa yang sama dengan persentase perbedaan sebesar 76,75%. Sementara itu, isolek Bali merupakan bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%—100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasayang ada di Sulawesi Tenggara.

  1. Bahasa Cia-Cia

Bahasa Cia-Cia dituturkan oleh masyarakat di (1) Desa Lapandewa, Kecamatan Kulisusu Barat, Kabupaten Buton Utara; (2) Desa Kancinaa, Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton; (3) Kelurahan Masiri, Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton Selatan; (4) Kelurahan Gonda Baru, Kecamatan Sarowolio, Kabupaten Kota Bau-Bau; (5) Desa Kumbewaha, Kecamatan Siotapina, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Selain bahasa Cia-Cia, di daerah sebaran tersebut terdapat bahasa Muna (di Kabupaten Buton); bahasa Lasalimu-Kamaru (di Kabupaten Buton); dan bahasa Sasak (di Kabupaten Buton).

Bahasa Cia-Cia terdiri atas lima dialek, yaitu (1) dialek Lapandewa, (2) dialek Kancinaa, (3) dialek Masiri, (4) dialek Gonda Baru, dan (5) dialek Kumbewaha. Berdasarkan penghitungan dialektometri, persentase perbedaan antardialek tersebut berkisar antara 60%—78%.

Hasil penghitungan dialektometri menunjukkan bahwa isolek Cia-Cia merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 85%—91% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di Sulawesi Tenggara, misalnya dibandingkan dengan bahasa Muna, Cia-Cia, dan Wolio.

  1. Bahasa Culambacu

Bahasa Culambacu (Tulambatu) sering pula disebut sebagai bahasa Tulambatu. Bahasa ini dituturkan oleh masyarakat di (1) Kelurahan Lamonae, Kecamatan Wiwirano, Kabupaten Konawe Utara; (2) Desa Landawe, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara; dan (3) Desa Waworaha, Kecamatan Palangga, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Bahasa Culambacu (Tulambatu) terdiri atas tiga dialek, yaitu (1) dialek Lamonae, (2) dialek Torete, dan (3) dialek Landawe. Dialek Lamonae dan Landawe dituturkan di bagian utara Kabupaten Konawe Utara (Kelurahan Lamonae dan Landawe), sedangkan Dialek Torete dituturkan di pantai timur Kabupaten Konawe Selatan (Desa Waworaha). Berdasarkan penghitungan dialektometri, perbedaan antara dialek-dialek tersebut berkisar antara 67,58%–72,79%. Sebaliknya, hasil analisis kuantitatif dengan bahasa-bahasa lainnya yang terdapat di Sulawesi Tenggara menunjukkan perbedaan yang berkisar pada angka 90% (beda bahasa). Di sekitar daerah sebaran bahasa Culambacu ini terdapat bahasa Tolaki yang merupakan bahasa mayoritas.

  1. Bahasa Jawa

Bahasa Jawa merupakan bahasa yang bertanah asaldi Pulau Jawa. Penutur bahasa Jawa di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dijumpai di daerah transmigran, yaitu di Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Muna, Kabupaten Buton, dan Kabupaten Bombana. Penutur bahasa Jawa tersebut berasal dari Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DIY. Di daerah sebaran bahasa Jawa di daerah transmigran tersebut terdapat bahasa penduduk asli, yaitu bahasa Muna (di Kabupaten Muna), bahasa Tolaki (di Kabupaten Konawe Selatan), dan bahasa pendatang lain, yaitu Sunda dan Bali (di Kabupaten Konawe Selatan).

Bahasa Jawa yang terdapat di Sulawesi Tenggara (Desa Bangun Sari, Kecamatan Lasalepa, Kabupaten Muna) merupakan bahasa yang sama dengan bahasa Jawa yang terdapat di Surakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan persentase perbedaan sebesar 60% (beda dialek). Sementara itu,  bahasa Jawa di Sulawesi Tenggara jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di sekitarnya, misalnya dibandingkan dengan bahasa Muna dan Tolaki memiliki perbedaan sebesar 81%—100%.

  1. Bahasa Kulisusu

Bahasa Kulisusu dituturkan oleh masyarakat di (1) Desa Korolabu, Kecamatan Kulisusu Utara, Kabupaten Buton Utara; (2) Desa Bubu, Kecamatan Kambowa, Kabupaten Buton Utara; (3) Desa Kioko, Kabupaten Buton Utara; (4) Desa Maligano, Kecamatan Maligano, Kabupaten Muna; (5) Desa Lawey, Kecamatan Wawonii Selatan, Kabupaten Konawe Kepulauan; dan (6) Desa Noko, Kecamatan Wawonii Timur Laut,Kabupaten Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Bahasa Kulisusu memiliki empat dialek, yaitu dialek Kambowa, dialek Taloki, dialek Wawonii, dan dialek Ereke. Dialek Kambowa dituturkan di ujung timur Kabupaten Buton Utara (Desa Korolabu, Kecamatan Kulisusu Utara, dan Desa Bubu, Kecamatan Kambowa). Dialek Taloki dituturkan di bagian utara Kabupaten Muna (Desa Maligano, Kecamatan Maligano). Dialek Wawonii dituturkan di Desa Lawey, Kecamatan Wawonii Selatan dan dituturkan di Desa Noko, Kecamatan Wawonii Timur Laut, Pulau Wawonii. Dialek Ereke dituturkan di pantai timur Kabupaten Buton Utara (Desa Kioko). Pada daerah sebaran tersebut, selain bahasa Kulisusu, juga terdapat bahasa Muna (di Kabupaten Muna dan Buton Utara) dan bahasa Jawa (di Kabupaten Muna). Penghitungan dialektometri menunjukkan persentase perbedaan antardialek tersebut berkisar antara 69,82%—74,70% (beda dialek) dengan perincian persentase perbedaan sebagai berikut: (i) dialek Kambowa dengan dialek Taloki sebesar 58,78% (beda dialek); (ii) dialek Kambowa dengan dialek Wawonii sebesar 71,82% (beda dialek); (iii) dialek Kambowa dengan dialek Ereke sebesar 36,82% (beda subdialek); (iv) dialek Taloki dengan diaalek Wawonii sebesar 74,70% (beda dialek); (v) dialek Taloki dengan dialek Ereke sebesar 56,08% (beda dialek), dan (vi) dialek Wawonii dengan dialek Ereke sebesar 67,80% (beda dialek).

Hasil penghitungan dialektometri menunjukkan bahwa isolek Kulisusu merupakan suatu bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%—100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya yang terdapat di Sulawesi Tenggara,misalnya bahasa Lasalimu-Kamaru dan Muna.

  1. Bahasa Lasalimu-Kamaru

Bahasa Lasalimu-Kamaru dituturkan oleh masyarakat di Desa Lasalimu, Kecamatan Lasalimu Selatan dan Kelurahan Kamaru, Kecamatan Lasalimu, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara.Selain bahasa Lasalimu-Kamaru, di daerah-daerah sebaran tersebut, terdapat juga bahasa Muna, Cia-Cia, dan Sasak.

Bahasa Lasalimu-Kamaru terdiri atas dua dialek, yaitu (1) dialek Lasalimu dan (2) dialek Kamaru. Hasil penghitungan dialektometri menunjukkan persentase perbedaan antardialek tersebut adalah 68,76%. Pengelompokan ini berbeda dengan Burhanuddin (1979) yang menyatakan bahwa bahasa Kamaru dan bahasa Lasalimu merupakan bahasa yang berbeda. Hal itu tidak sejalan dengan hasil penghitungan dialektometri dalam penelitian ini yang menunjukkan bahwa persentase perbedaan Kamaru dan Lasalimu berada pada tataran dialek, yaitu 68,76%.

Hasil penghitungan dialektometri menunjukkan bahwa isolek Lasalimu-Kamaru merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%—90% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya di Sulawesi Tenggara, misalnya dibandingkan dengan bahasa Muna, Cia-Cia, dan Wolio.

  1. Bahasa Morunene

Iklan oleh Google

Bahasa Morunene (Moronene) dituturkan oleh masyarakat yang tinggal di Kabupaten Bombana, Pulau Kabaena, Provinsi Sulawesi Tenggara. Bahasa Morunene merupakan bahasa mayoritas di Pulau Kabaena.

Berdasarkan penghitungan dialektometri bahasa Morunene terdiri atas tiga dialek, yaitu (1) dialek Wumbubangka, (2) dialek Lora, dan (3) dialek Rahantari dengan persentase perbedaan berkisar antara 51%—63%. Dialek Wumbubangka dituturkan di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara; dialek Lora dituturkan di Desa Lora, Kecamatan Mata Oleo; dan dialek Rahantari dituturkan di Desa Rahantari, Kecamatan Kabaena Barat, Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara. Di wilayah tersebut bahasa Morunene berdampingan dengan bahasa Bugis dan Muna.

Hasil penghitungan dialektometri menunjukkan bahwa isolek Morunene  merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81%—90%, jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya di Sulawesi Tenggara, misalnya dibandingkan dengan bahasa Kulisusu dan Muna.

  1. Bahasa Muna

Bahasa Muna merupakan bahasa mayoritas di Pulau Muna dan pantai barat Pulau Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penutur bahasa Muna terdapat di Kabupaten Muna, Muna Barat, Buton, Buton Utara, Buton Tengah, dan Kota Bau-Bau. Menurut pengakuan penduduk wilayah tutur bahasa Muna berdampingan dengan (i) wilayah tutur bahasa Kulisusu di Kabupaten Muna dan Buton Utara, (ii) wilayah tutur bahasa Jawa di Kabupaten Muna, (iii) wilayah tutur bahasa Bajo di Kabupaten Muna dan Buton, (iv) wilayah tutur bahasa Wolio di Kota Bau-Bau dan Kabupaten Buton, (v) wilayah tutur bahasa Cia-Cia di Kabupaten Buton, dan (vi) wilayah tutur bahasa Lasalimu-Kamaru di Kabupaten Buton.

Bahasa Muna memiliki dua puluh dialek, yaitu (1) dialek Lohia dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Lohia, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna;(2) dialek Sidamangura dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Sidamangura, Kecamatan Kusambi, Kabupaten Muna Barat;(3) dialek Lasiwa dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Lasiwa, Kecamatan Wakorumba Utara, Kabupaten Buton Utara;(4) dialek Labora dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Lambelu, Kecamatan Pasi Kolaga, Kabupaten Muna;(5) dialek Lapadaku dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kelurahan Lapadaku, Kecamatan Lawa, Kabupaten Muna Barat;(6) dialek Bente dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Bente, Kecamatan Kabawo, Kabupaten Muna;(7) dialek Bone Tondo dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Bone Tondo,Kecamatan Bone, Kabupaten Muna; (8) dialek Gala dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Gala, Kecamatan Maginti, Kabupaten Muna Barat;(9) dialek Lambiku dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Lambiku, Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna;(10) dialek Wasilomata dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Wakambangura, Kecamatan Mawasangka, Kabupaten Buton Tengah;(11) dialek Lombe dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kelurahan Bombonawulu, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah;(12) dialek Siompu dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kelurahan Talaga Satu, Kecamatan Talaga Raya, Kabupaten Buton Tengah;(13) dialek Todanga dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Todanga, Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton;(14) dialek GuMawasangka dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Nepa Mekar, Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton Tengah;(15) dialek Pancana dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kelurahan Watumotobe, Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton;(16) dialek Lipu dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kelurahan Lipu, Kecamatan Betoambari, Kabupaten Kota Bau Bau;(17) dialek Boneoge dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kelurahan Boneoge, Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton Tengah;(18) dialek Kioko dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kelurahan Lipu, Kecamatan Kulisusu, Kabupaten Buton Utara;(19) dialek Waara dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Waara, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna;(20) dialek Oempu dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Oempu, Kecamatan Tongkuno, Kabupaten Muna. Persentase perbedaan antardialek tersebut berkisar antara 51%—78 %.

Sementara itu, hasil penghitungan dialektometri menunjukkan bahwa isolek Muna merupakan bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%–100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya di Sulawesi Tenggara, misalnya dibandingkan dengan bahasa Kulisusu, Wolio, dan Morunene.

Burhanuddin (1979) menyebutkan bahwa bahasa Muna memiliki lima dialek, yaitu dialek Wuna (dengan tiga subdialek: Wuna, Bombonawulu, dan Mawasangka), dialek Gu (Lakudo), dialek Katobengke, dialek Kadatua, dan dialek Siompu. Selain itu, Burhanuddin (1979) juga mengelompokkan dialek Pancana sebagai bahasa tersendiri dengan empat dialek, yaitu dialek Kapontori, dialek Kambowa, dan dialek Kalende yang terdiri atas dua subdialek, yaitu subdialek Kalende dan Lawele.

  1. Bahasa Pulo

Bahasa Pulo (Wakatobi) dituturkan oleh masyarakat di (1) Desa Kapota, Kecamatan Wangi Wangi Selatan;(2) Desa Sandi (Jamarakka), Kecamatan Kaledupa Selatan;(3)Kelurahan Tongano Timur, Kecamatan Tomia Timur; dan (4)Kelurahan Taipabu, Kecamatan Binongko, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara. Persentase perbedaan antarkeempat daerah pengamatan tersebut berada dalam kategori beda subdialek, yaitu berkisar antara 33%—45%.           Hasil penghitungan dialektometri menunjukkan isolek Pulo (Wakatobi) merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%—100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa di Sulawesi Tenggara, misalnya dibandingkan dengan bahasa Muna dan Buton.

  1. Bahasa Sasak

Bahasa Sasak merupakan bahasa yang bertanah asal di Pulau Lombok. Di Provinsi Sulawesi Tenggara bahasa Sasak dituturkan di daerah-daerah transmigran, yaitu di Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka, dan Kabupaten Muna. Menurut pengakuan penduduk bahasa Sasak di Kabupaten Buton berdampingan dengan beberapa bahasa lokal, yaitu berdampingandengan bahasa Lasalimu Kamaru, Cia-Cia, dan Muna.

Hasil penghitungan dialektometri yang membandingkan bahasa Sasak di Pulau Lombok dengan bahasa Sasak di Sulawesi Tenggara (Desa Ambuau Indah, Kecamatan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton) menunjukkan adanya satu bahasa yang sama dan dialek berbeda dengan persentase perbedaan sebesar 78%. Sementara itu, isolek Sasak merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%—100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya yang ada di Sulawesi Tenggara, misalnya dibandingkan dengan bahasa Lasalimu-Kamaru dan bahasa Muna.

  1. Bahasa Sunda

Bahasa Sunda merupakan bahasa yang bertanah asal di Provinsi Jawa Barat. Di Provinsi Sulawesi Tenggara bahasa Sunda dituturkan di Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe, Kabupaten Muna, Kabupaten Buton, dan Kabupaten Kolaka. Pada daerah sebaran bahasa Sunda di Kabupaten Konawe Selatan terdapat juga bahasa lokal, yaitu bahasa Tolaki dan bahasa pendatang, yaitu bahasa Bali dan bahasa Jawa.

Hasil penghitungan dialektometri menunjukkan bahwa bahasa Sunda di Sulawesi Tenggara (Desa Sindang Kasih, Kecamatan Ranomeeto Barat, Kabupaten Konawe Selatan) merupakan dialek bahasa Sunda di Jawa Barat dengan persentase perbedaan sebesar 64,50%. Sementara itu, isolek Sunda merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%—100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya yang ada di Sulawesi Tenggara, misalnya dibandingkang dengan bahasa Muna dan bahasa Tolaki.

  1. Bahasa Tolaki

Bahasa Tolaki merupakan bahasa mayoritas di Provinsi Sulawesi Tenggara. Bahasa Tolaki dituturkan di Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara, Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan, Kolaka Timur, dan beberapa tempat di Kota Kendari. Menurut pengakuan penduduk, bahasa Tolaki berdampingan dengan bahasa Bugis di Kabupaten Kolaka dan Kolaka Utara; bahasa Culambacu di Kabupaten Konawe Utara dan Konawe; serta berdampingan dengan bahasa Sunda, Jawa, dan Bali di Kabupaten Konawe Selatan.

Bahasa Tolaki terdiri atas enam dialek, yaitu (1) dialek Mekongga dituturkan oleh masyarakat di Desa Patikala, Kecamatan Tolala, Kabupaten Kolaka Utara; Kelurahan Mangolo, Kecamatan Latambaga, Kabupaten Kolaka; Desa Sanggona, Kecamatan Konawe, Kabupaten Konawe; Desa Puundoho, Kecamatan Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan; dan Kelurahan Poli-Polia, Kecamatan Poli Polia, Kabupaten Kolaka Timur; (2) dialek Rahambuu dituturkan di Desa Lelewawo, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Kolaka Utara; (3) dialek Kodeoha dituturkan di Desa Lametuna, Kecamatan Kodeoha, Kabupaten Kolaka Utara; (4) dialek Konawe dituturkan oleh masyarakat di Kabupaten Konawe Selatan (Desa Roraya, Kecamatan Tinanggea; Desa Sabulakoa, Kecamatan Landono; Desa Laeya, Kecamatan Laeya; dan Desa Tambolosu, Kecamatan Laonti; Desa Pudambu, Kecamatan Angata); di bagian selatan Kabupaten Konawe (Desa Lolanggasumeeto, Desa Walay, dan Kelurahan Tawanga); di Kabupaten Konawe Utara (Kelurahan Wanggudu, Kecamatan Asera; Desa Mopute dan Desa Tadoloiyo, Kecamatan Oheo; dan Kelurahan Molawe, Kecamatan Molawe); (5) dialek Laromerui dituturkan di Desa Mopute, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara; dan (6) dialek Waru dituturkan di Desa Tadoloiyo, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara. Persentase perbedaan antardialek tersebut berkisar antara 56,78%—75,54%.

Hasil penghitungan dialektometri menunjukkan bahwa isolek Tolaki merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%—100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain yang ada di Sulawesi Tenggara, misalnya dibandingkan dengan bahasa Bugis dan Culambacu.

Dalam Burhanuddin (1979) disebutkan nama bahasa ini adalah Tolaki Laiwui dengan dua dialek, yaitu dialek Tolaki dan dialek Laiwui.

  1. Bahasa Wolio

Bahasa Wolio dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Kota Bau-Bau, Kabupaten Buton Selatan, dan Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara.Menurut pengakuan pendudukbahasa Wolio di Kabupaten Kota Bau-Bau berdampingan dengan bahasa Muna, sedangkan bahasa Wolio di Kabupaten Buton berdampingan dengan bahasa Cia-Cia.

Bahasa Wolio terdiri atas tujuh dialek, yaitu (1) dialek Waruruma dituturkan di Kelurahan Waruruma, Kecamatan Kokalukuna, KabupatenKota Bau-Bau; (2) dialek Liabuku dituturkan di Kelurahan Liabuku, Kecamatan Bungi, KabupatenKota Bau Bau; (3) dialek Sorawolio dituturkan di Kelurahan Kaisabu Baru,Kecamatan Sorawolio, KabupatenKota BauBau; (4) dialek Wolio Keraton dituturkan di Kelurahan Baadia, Kecamatan Murhum, Kabupaten Kota Bau Bau; (5) dialek Busoa dituturkan di Kelurahan Busoa, Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton Selatan; (6) dialek Pasar Wajo (Pasarwajo) dituturkan di Kelurahan Pasarwajo, Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton; serta (7) dialek Kaimbulawa dituturkan di Desa Kaimbulawa, Kecamatan Siompu, Kabupaten Buton Selatan. Persentase perbedaan antartujuh dialek tersebut berkisar antara 51%—78%.

Hasil penghitungan dialektometri menunjukkan bahwa isolek Wolio merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar antara 81%—100% jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain di Sulawesi Tenggara, misalnya dibandingkan denganbahasa Muna dan bahasa Cia-Cia.

Banyaknya bahasa daerah di Sultra diharapkan tetap dirawat dan ucapkan dalam kehidupan sehari-hari agar bisa dituturkan oleh anak cucu ke depan. (red/yat)

Sumber : Kantor Badan Bahasa Sulawesi Tenggara

ARTIKEL-ARTIKEL MENARIK NAWALAMEDIA.ID BISA DIAKSES VIA GOOGLE NEWS(GOOGLE BERITA) BERIKUT INI: LINK
       
Berlangganan Berita via Email
Berlangganan Berita via Email untuk Mendapatkan Semua Artikel Secara Gratis DIkirim ke Email Anda
Anda Dapat Berhenti Subscribe Kapanpun
Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan, ruas (*) wajib diisi